9 Jenis Emosi dalam Pengambilan Keputusan
Pernahkah Anda mengalami kesulitan pada saat hendak memutuskan
sesuatu? Di satu sisi Anda tahu keputusan apa yang seharusnya Anda ambil namun
di sisi lain ada suatu perasaan dan keinginan kuat yang mendorong Anda untuk
mengambil keputusan lain yang sama sekali bertentangan. Mungkin sebagian dari
Anda, pada situasi tersebut, memilih untuk menggabungkan dua keputusan menjadi
satu dan hasilnya ternyata tidak optimal atau bahkan malah gagal sama sekali.
Meskipun banyak metoda ilmiah dan praktis bisa digunakan dalam mengambil
keputusan seperti penyusunan skala prioritas dan pembobotan, namun tak bisa
dipungkiri bahwa yang namanya pengambilan keputusan tidak bisa lepas dari
faktor emosi. Pertanyaannya adalah bagaimana kita mengendalikan dan menggunakan
emosi kita pada saat-saat kritis yang bisa berdampak terhadap kelangsungan
hidup kita, perusahaan, masyarakat sekitar atau bahkan negara?
Ilmu yang bermanfaat bisa datang dari mana saja. Begitu pula
dengan apa yang saya alami. Suatu ketika saya mendapatkan satu pembelajaran
yang sangat berharga terkait dengan emosi dalam pengambilan keputusan dari
rekan dan sekaligus mentor saya yaitu Bapak Agus Riyanto. Beliau menjelaskan
ada sembilan jenis emosi yang biasanya menjadi landasan bagi manusia dalam
mengambil suatu tindakan tertentu. Kesembilan jenis emosi tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Apathy (ketidakpedulian). Sikap dan tindakan yang dilakukan
didasari rasa ketidakpedulian sehingga segala sesuatu dikerjakan secara
asal-asalan. Hasilnya pun tentu saja asal jadi. Dalam pengambilan keputusan,
sikap apathy mendorong seseorang untuk tidak memutuskan
apa-apa atau tidak berbuat apa-apa.
2.
Grief (kesedihan). Perasaan kehilangan atau kekecewaan karena
tidak berhasil mendapatkan apa yang diinginkan telah menjadi pemicu dari sikap,
tindakan atau keputusan yang diambil. Dalam situasi ini maka hasrat untuk
membangun atau mencapai sesuatu yang baik telah memudar sehingga seseorang
gagal mencapai potensi terbaiknya.
3.
Fear (ketakutan). Di tengah tekanan yang berat seperti misalnya
karena batas waktu atau ketiadaan sumber daya, seseorang bisa mengalami rasa
takut yang bisa dimanifestasikan dalam bentuk kepanikan. Kekhawatiran yang
berlebihan karena menghadapi sesuatu yang belum pernah dihadapi juga bisa
menjadi pemicu ketakutan. Dalam situasi seperti ini maka seseorang tidak bisa
berpikir dengan jernih dan bersikap tenang sehingga lalai dalam mempertimbangkan
semua kemungkinan yang ada.
4.
Lust (keserakahan). Rasa ingin memiliki atau menguasai sesuatu
secara berlebihan bisa jadi merupakan wujud keserakahan. Dalam dorongan emosi
seperti itu maka seseorang bisa kehilangan kendali atas logikanya sehingga
kurang teliti dalam melakukan perhitungan dan pertimbangan untuk membuat
keputusan yang bisa berakibat fatal terhadap dirinya, keluarganya atau
organisasi/institusi yang dipimpinnya.
5.
Anger (kemarahan). Keinginan yang kuat untuk melampiaskan amarah
baik terhadap sesuatu atau seseorang bisa berujung pada tindakan yang
berpotensi merusak atau menyakiti. Tentu saja seseorang yang mengambil
keputusan dengan dasar amarah akan tertutup pikiran dan hatinya dari berbagai
pertimbangan yang sehat dan tujuan yang baik. Dalam keadaan seperti ini,
biasanya keputusan yang dibuat tidak membawa perbaikan yang diharapkan tetapi
justru malah memperparah keadaan.
6.
Pride (kesombongan). Dengan alasan harga diri dan keinginan
membuktikan kemampuan yang dimilikinya, seseorang bisa terjebak dalam emosi
kesombongan pada saat membuat suatu keputusan. Dalam situasi ini, maka seorang
pengambil keputusan bisa jadi melakukan tindakan yang tidak efisien seperti
penggunaan sumber daya secara berlebihan atau bahkan melakukan tindakan yang tidak
berguna sama sekali hanya karena ingin memamerkan kemampuan yang dimilikinya.
7.
Courageous (keberanian). Keinginan yang kuat untuk mempertahankan
atau menyelamatkan sesuatu bisa mendorong keberanian seseorang yang berujung
pada kegigihan yang tiada bandingannya. Dasar keputusan yang dibuat adalah
keberanian untuk menghadapi bahaya yang mengancam. Karena itu biasanya sang
pengambil keputusan akan lebih hati-hati dalam memperhitungkan segala
sesuatunya sehingga keputusan yang dibuat berpotensi untuk menghasilkan sesuatu
yang baik.
8.
Acceptance (penerimaan). Sikap yang siap menerima segala kemungkinan
yang terjadi biasanya muncul setelah usaha terbaik dilakukan. Inilah bedanya
antara acceptance denganapathy. Pada situasi dimana
emosi untuk menerima (acceptance) telah terbentuk, biasanya emosi-emosi
lainnya seperti kesedihan, ketakutan, keserakahan, kesombongan, dan kemarahan
mulai mereda atau bahkan hilang sama sekali. Karena itu, sang pengambil
keputusan akan lebih jernih berpikir dan bersikap lebih tenang sehingga bisa
melihat peluang-peluang yang sebelumnya tidak diperhitungkan. Karena itu,
keputusan yang dibuat dengan dasar acceptance biasanya akan
berujung pada sesuatu yang baik.
9.
Peace (kedamaian). Keinginan untuk menciptakan atau mencapai
kedamaian merupakan emosi yang sangat baik karena biasanya emosi yang satu ini
tidak mengandung kepentingan pribadi tetapi lebih mengutamakan kepentingan
orang lain. Dengan landasan emosi yang demikian, maka seorang pengambil
keputusan akan bersikap sangat arif dan obyektif sehingga mampu menggali semua
kemungkinan terbaik yang bisa dilakukan. Hasilnya, tentu saja keputusan yang
berbuah manis bagi dirinya dan orang lain.
Para pembaca tentu bisa segera menyimpulkan bahwa enam emosi
yang pertama merupakan emosi yang negatif atau jenis emosi yang sebaiknya
dihindari pada saat membuat keputusan apalagi keputusan yang sangat penting dan
berdampak luas. Kisah Hitler pada saat menyerbu Soviet merupakan sebuah contoh
yang sangat baik dalam menjelaskan pengaruh emosi negatif. Kekuatan dan
kelebihan Jerman seperti kecerdasan strategi para jendralnya, keahlian dan
pengalaman para prajuritnya, serta ketangguhan dan kecanggihan peralatan
perangnya menjadi tidak berarti karena terkubur di bawah ketakutan,
keserakahan, kesombongan dan kemarahan sang diktator. Akibatnya, Hitler luput
memperhitungkan kecukupan jumlah tentara, perlengkapan, amunisi dan suplai
makanan mengingat luasnya wilayah Soviet. Hitler juga tidak menghiraukan
saran-saran dari para jendralnya. Bahkan, ia terlalu meremehkan jumlah pasukan
dan kecepatan produksi senjata yang bisa dihasilkan Stalin. Dan, yang
terpenting, Hitler alpa memperhitungkan semangat juang tentara merah yang
pantang menyerah. Emosi negatif yang begitu mendominasi sang fuhrermenyebabkan
ia melakukan keputusan-keputusan bodoh seperti tidak membekali pasukannya
dengan baju hangat yang tebal untuk menghadapi musim dingin di Rusia yang
terkenal ganas karena Hitler memperkirakan Jerman sudah bisa menundukan Soviet
dalam waktu enam bulan saja sebelum musim dingin tiba. Ternyata perang tersebut
membutuhkan waktu bertahun-tahun. Jerman akhirnya terseret ke dalam pertempuran
gerilya di dalam kota dan peperangan melawan cuaca, lapar dan keputusasaan.
Bahkan di tengah kepanikannya, Hitler berkali-kali membuat blunder dengan
merelokasi pasukan dan peralatan perangnya pada saat dan untuk tujuan yang
tidak tepat. Hasil akhirnya, kita sama-sama tahu. Penyerangan Jerman ke Rusia
menjadi titik balik kekalahan Jerman di Eropa dan kekalahan poros Jerman,
Jepang, dan Italia dalam perang dunia ke-2.
Tiga emosi yang terakhir merupakan emosi positif yang memberikan
kita kekuatan yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Bahkan ada pendapat
yang mengatakan bila kita menggunakan emosi positif, maka kita akan mendapatkan
bantuan atau pertolongan dari “tangan yang tidak terlihat”. Pertanyaannya
adalah bagaimana kita menjaga emosi kita agar selalu menggunakan ke-tiga emosi
positif tersebut dalam membuat keputusan? Sebagian dari jawaban itu terletak
pada kepekaan kita untuk selalu bertanya kepada diri kita sendiri apakah kita
melakukan sesuatu karena emosi positif atau negatif? Seperti misalnya keputusan
kita untuk menerima suatu jabatan tertentu, apakah karena keinginan kita untuk
membawa perbaikan (peace) ataukah keinginan untuk menunjukkan kemampuan
kita (pride)? Atau malah keinginan kita untuk mendapatkan materi yang
lebih banyak (lust)? Bila kita sudah memiliki kepekaan untuk selalu
menguji emosi kita, maka sisa jawabannya akan ditemukan seiring waktu. Karena
emosi kita sesungguhnya bisa berubah dari waktu ke waktu. Manusia tidak
sempurna. Tetapi bisa selalu menjadi lebih baik. Karena itu, penting bagi kita
untuk tidak cepat merasa puas karena kita sudah mendasari suatu keputusan
dengan emosi yang positif. Ingat, suatu keputusan yang diawali dengan courageous bisa
berubah menjadipride bila kita tidak hati-hati menjaganya. Selamat
membuat keputusan!
Proses Pengambilan Keputusan
Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah pemilihan beberapa tindakan alternatif yang ada
untuk mencapai satu atau beberapa tujuan yang telah diterapkan (Turban, 2005).
Pada dasarnya pengambilan keputusan merupakan suatu bentuk pemilihan dari
berbagai alternatif tindakan yang mungkin dipilih, yang prosesnya melalui
mekanisme tertentu dengan harapan akan menghasilkan suatu keputusan yang terbaik
(Simon,1980).
Penyelesaian
masalah adalah suatu bentuk aktifis dimana
individu atau organisasi dalam mencapai tujuan yang diinginkan harus membuat
seleksi dari beberapa langkah alternatif untuk mencapai tujuan tersebut (Gass,
1985). Penyelesaian masalah dengan alternatif ini dilakukan oleh pengambil
keputusan.
Pengambilan
keputusan adalah seorang individu yang tidak merasa puas dengan situasi yang
ada atau dengan prospek situasi mendatang dan yang mempunyai otoritas untuk
berinisiatif dalam mengambil langkah untuk menanggulangi keadaan tersebut
(Kuswardani,2006).
Proses Pengambilan Keputusan
Pengambilan
keputusan meliputi empat tahap yang saling berhubungan dan berurutan (Simon, 1980). Empat proses tersebut
adalah :
1.
Intelligence
Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperoleh, diproses, dan diuji dalam rangka mengidentifikasi masalah.
Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperoleh, diproses, dan diuji dalam rangka mengidentifikasi masalah.
2.
Design
Tahap ini adalah proses menemukan, mengembangkan, dan menganalisis alternatif tindakan yang bisa dilakukan. Tahap ini meliputi proses untuk mengertimasalah, menurunkan solusi, dan menguji kelayakan solusi.
Tahap ini adalah proses menemukan, mengembangkan, dan menganalisis alternatif tindakan yang bisa dilakukan. Tahap ini meliputi proses untuk mengertimasalah, menurunkan solusi, dan menguji kelayakan solusi.
3.
Choice
Pada tahap ini dilakukan proses pemilihan diantara berbagai alternatif tindakan yang mungkin akan dijalankan. Tahap ini meliputi pencarian, evaluasi, dan rekomendasi solusi yang sesuai untuk model yang telah dibuat. Solusi dari model merupakan nilai spesifik untuk variabel hasil pada alternatif yang dipilih.
Pada tahap ini dilakukan proses pemilihan diantara berbagai alternatif tindakan yang mungkin akan dijalankan. Tahap ini meliputi pencarian, evaluasi, dan rekomendasi solusi yang sesuai untuk model yang telah dibuat. Solusi dari model merupakan nilai spesifik untuk variabel hasil pada alternatif yang dipilih.
4.
Implementation
Tahap implementasi adalah tahap pelaksanaan dari keputusan yang telah diambil. Pada tahap ini diperlukan untuk menyusun serangkian tindakan yang terencana, sehingga hasil keputusan dapat dipantau dan disesuaikan apabila diperlukan perbaikan.
Tahap implementasi adalah tahap pelaksanaan dari keputusan yang telah diambil. Pada tahap ini diperlukan untuk menyusun serangkian tindakan yang terencana, sehingga hasil keputusan dapat dipantau dan disesuaikan apabila diperlukan perbaikan.
Comments